ARSWENDO ATMOWILOTO : CANTING
Canting, carat
tembaga untuk membatik, bagi buruh-buruh batik menjadi nyawa. Setiap saat terbaik dalam hidupnya, canting
ditiup dengan napas dan perasaan. Tapi
batik yang dibuat dengan canting kini terbanting, karena munculnya jenis
printing (cetak). Kalau proses
pembatikan lewat canting memerlukan waktu berbulan-bulan, jenis batik cetak ini
hanya beberapa kejap saja.
Canting, simbol
budaya yang kalah, tersisih, dan melelahkan.
Adalah Ni, sarjana farmasi, calon pengantin, putrid Ngabean, yang
mencoba menekuni walau harus berhadapan dengan Pak Bei, bangsawan berhidung
mancung yang perkasa. Bu Bei, bekas
buruh batik yang menjadi ibunya, serta kakak-kakaknya yang sukses.
Canting, yang
menjadi cap batik Ngabean, tak bisa bertahan lagi. “Menyadari budaya yang sakit adalah tidak
dengan menjerit, tidak dengan mengibarkan bendera” Ni menjadi tidak Jawa, menjadi
aeng, aneh, untuk bisa bertahan. Ni yang
lahir ketika JG Ageng Suryamentaram meninggal dunia, adalah generasi kedua,
setelah ayahnya yang berani tidak Jawa.
PENERBIT :
GRAMEDIA
KONDISI :
EX-RENTAL
HARGA : Rp 25.000,00
Bagi yang
ingin membeli bisa sms di 0878-21348173 atau BB 21EB378C. Terima kasih :)
(Ingin melihat
list buku yang saya jual, search id taman.kurnia di kaskus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar